Senin, 13 Juli 2009

Pimpinan Perguruan Tinggi Minimal Doktor


Ir H Azis Rahman MM, yang mengelola Yayasan Bina Taruna Gorontalo, menyambut baik UU BHP. Hanya saja dia meminta agar dilakukan sosialisasi yang lebih mendetail terhadap undang-undang tersebut, termasuk kriteria calon pimpinan perguruan tinggi yang minimal doktor. Menurut Azis, jika itu diberlakukan, dirinya yakin ada 50 persen PTS yang tidak bisa memenuhinya. (ist)





--------------

Pimpinan Perguruan Tinggi Minimal Doktor

-Kopertis IX Sosialisasikan UU BHP


Harian Beritakota Makassar
Selasa, 30-06-2009


MAKASSAR, BKM -- Selangkah lagi Undang-undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) diberlakukan. Jika aturan baru ini diterapkan, pimpinan perguruan tinggi, baik rektor, ketua dan direktur harus berpendidikan minimal doktor dari program studi dalam negeri yang terakreditasi, atau perguruan tinggi luar negeri yang diakui oleh pemerintah.

Selain itu, senat akademik yang sebelumnya mengurusi aturan akademik dan non-akademik, kini hanya terbatas pada urusan akademik. Sementara non akademik, seperti masalah aset, ada yang mengelolanya secara tersendiri.

Hal ini mengemuka dalam sosialisasi UU BHP yang dilaksanakan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Sulawesi di Hotel Sahid, Senin 29/6). Sosialisasi yang dibuka Koordinator Kopertis, Prof Dr Basri Wello ini diikuti para pimpinan yayasan dan perguruan tinggi se-Wilayah IX.

Menurut Basri, pengelola PTS sebenarnya tidak ada masalah dengan UU BHP, karena tak banyak berpengaruh.

''Yang harus dilakukan oleh pengelola PTS nantinya hanyalah melakukan penyesuaian badan hukumnya. Saya targetkan 25 persen PTS melakukan penyesuaian badan hukum setiap tahunnya, karena tidak terlalu susah'' kata Basri Wello.

Mantan Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Makassar (UNM) ini berharap, seluruh PTS yang ada di Kopertis IX sudah menyesuaikan badan hukumnya sebelum periode kepemimpinannya berakhir. Sebab penyesuaian badan hukum ini nantinya menjadi salah satu persyaratan untuk membuka program baru.

''PTS tidak boleh membuka program baru sebelum diperbaharui badan hukumnya. Karena itu saya minta kepada pengelola PTS untuk melakukannya,'' kata Basri Wello.

Salah seorang peserta sosialisasi, Ir H Azis Rahman yang mengelola Yayasan Bina Taruna Gorontalo, menyambut baik UU baru ini. Hanya saja dia meminta agar dilakukan sosialisasi yang lebih mendetail terhadap undang-undang tersebut.

''Selama ini kita masih bingung, sebab masih banyak aturan dalam UU yang belum dimengerti. Misalnya untuk penyesuaian badan hukum. Notaris belum mengetahui bagaimana mekanismenya. Seharusnya notaris juga dilibatkan jika ada sosialisasi UU BHP agar mereka mengerti,'' pinta Azis.

Termasuk kriteria calon pimpinan perguruan tinggi yang minimal doktor. Menurut Azis, jika itu diberlakukan, dirinya yakin ada 50 persen PTS yang tidak bisa memenuhinya.

Prof Yohannes Gunawan yang menjadi 'penjahit' lahirnya UU BHP ini menjadi narasumber tunggal dalam sosialisasi, kemarin. Dia mencoba memberikan pemahaman kepada pimpinan yayasan dan PTS tentang bagaimana lahirnya undang-undang ini dan apa manfaatnya. ((R4))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar