Minggu, 16 Mei 2010

Prof Idris Arief: PTS Memiliki Keragaman


Sejak awal, gagasan Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) telah ditolak oleh pengelola Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Rapat pertama pengelola PTS di Jakarta, saya pertama bertanya dan langsung mengatakan kalau naskah BHP itu akan ditolak oleh pengelola kampus PTS.

-Prof Dr Idris Arief MS-


----------


Prof Idris Arief: 

PTS Memiliki Keragaman


Sejak awal, gagasan Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) telah ditolak oleh pengelola Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Rapat pertama pengelola PTS di Jakarta, saya pertama bertanya dan langsung mengatakan kalau naskah BHP itu akan ditolak oleh pengelola kampus PTS.

Demikian ditegaskan Ketua Yayasan STIEM Bongaya Prof Dr H. Muh Idris Arief MS,kepada ‘’Cerdas’’ di ruang kerjanya, belum lama ini.

‘’PTS dengan segala suka duka para pengelola memiliki sifat heterogen. Keragaman itulah yang harus dipertahankan karena dapat secara mandiri membantu pemerintah mencerdaskan anak-anak bangsa. Kemandirian PTS dengan keragaman yang dimiliki malah menjadikan PTS jauh lebih mapan dan mandiri dalam melakukan pengelolaan mendidik dan mencerdaskan generasi baru bangsa ini,’’ tandas mantan Rektor Universitas Negeri Makassar ini.

Penerapan UU BHP, katanya, terkesan akan menyeragamkan pengelolaan kelembagaan PTS dan sekaligus mengingkari keragaman pengelolaan. Padahal heterogenitas pengelolaan menjadi modal dasar yang dimiliki oleh PTS yang sejak dari dulu hampir sangat jarang mendapat bantuan dari pemerintah.

Risiko lebih jauh dari penerapan BHP adalah institusi pendidikan akan mencari mencari dana sendiri dan ujung-ujungnya kembali akan membebani masyarakat. Pembatalan BHP adalah sebuah langkah tepat dan aspiratif guna mempertahankan keragaman pengelolaan PTS. Pola keragaman itu harus senantiasa dikawal dan dipertahankan di masa mendatang.

Dalam UU BHP juga terkesan pemerintah akan mengurangi tanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan. Kewajiban tersebut sepertinya akan diserahkan secara penuh kepada publik. Padahal konstitusi negara jelas-jelas mengatakan kalau pengelolaan pendidikan adalah tugas dan tanggungjawab negara. Begitu kontraversinya UU BHP, kata Idris, sehingga dalam proses pembahasan di Pansus DPR RI telah mengalami 27 kali revisi sampai kemudian disahkan menjadi UU, sebelum akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi. (Yahya-decy)

@Tabloid Cerdas - Kopertis Wilayah IX Sulawesi, edisi April 2010

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, kritik, dan saran-saran Anda di blog Majalah "Cerdas"]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar