Jumat, 11 November 2011

Editorial : Kuantitas dan Kualitas Pascasarjana

Kurun waktu yang panjang kampus pengelola program pascasarjana masih dapat dihitung dengan jari sebelah tangan. Khusus di Kawasan Timur Indonesia, rujukan dan tujuan utama melanjutkan jenjang studi S2 dan S3 adalah ke kampus negeri yakni, Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar. Para dosen yang ingin lanjut studi memilih dua kampus itu. Jika berasal dari latar kependidikan maka pilihannya ke UNM sebaliknya kalau non pendidikan memilih ke Unhas.

Kenyataan demikian berlangsung dalam kurun waktu lama, sampai kemudian beberapa kampus PTS memulai merintis membuka PPs. Pembukaan PPs di jajaran kampus PTS dipelopori oleh Universitas Muslim Makassar, kemudian diikuti beberapa kampus lainnya di antaranya STIEM Bongaya, Unismuh Makassar, STIE YPUP dan menyusul kampus PTS lainnya yang menyebar di beberapa tempat di Pulau Sulawesi.

Membuka PPs telah menjadi tuntutan dan kebutuhan dari masyarakat. Kebijakan pemerintah tentang dosen misalnya, mengharuskan jenjang pendidikan kualifikasi S2 baru dapat berdiri mengajar di ruangan untuk mahasiswa jenjang S1. Demikian halnya dosen berkualifikasi S3 baru dapat mengajar mahasiswa di jenjang S2.

Kebijakan pemerintah demikian itu, kemudian pendidikan S2 menjadi sebuah kebutuhan utama dan mendasar. Pada sisi lain, pengelolaan perguruan tinggi juga menuntut kualifikasi dosen harus S2. Prodi yang mengajukan perpanjangan izin operasional, salah satu syarat harus dipenuhi, minimal memiliki tenaga pengajar berkualifikasi S2 dengan bidang ilmu sesuai prodi yang mengajukan perpanjangan izin.

Kondisi kekinian, mencari institusi pengelola PPs sudah tidak sulit lagi malah telah menyebar di beberapa tempat laksana jamur di musim hujan. Masyarakat disajikan pilihan sesuai dengan keinginan dan kompetensi keilmuan yang ingin dikembangkan.
Di tengah marak dan ramainya pembukaan PPs, pada praktek dan proses pengelolaan ada di antaranya memilih memburu kuantitas daripada kualitas.

Kenyataan demikian dapat di amati dari begitu mudah dan gampangnya seorang mahasiswa PPs merampungkan studi, asalkan telah memenuhi syarat adminstrasi telah membayar segala syarat itu, maka dengan mudah ijazah magister keluar, tanpa memperhatikan lagi, proses pembelajaran secara baik dan benar. Sepertinya mengikuti perkuliahan tatap muka di hadapan kelas dengan dosen berkualifikasi S3.

Proses penelitian dalam penulisan tesis, sesuai kaidah dan tradisi akademik yang baku. Demikian halnya proses ujian tesis yang memang sesuai dengan standar akademik.
Pengelolaan PPs di jajaran PTS, seharusnya mengedepankan kualitas pada proses pembelajaran dengan tetap berada pada jalan lurus dan benar. Sebab kalau ada yang tidak sesuai regulasi, akan berdampak pada alumni yang dihasilkan.

Para alumni itu tentunya kurang memiliki daya saing. Mereka itu ketika berhadapan pada kompetisi kehidupan yang sangat keras, akan sulit eksis dan menjadi pemenang dalam pertarungan dan persaingan kehidupan yang kencang. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar